DENPASAR – Seorang buruh serabutan bernama Putu Widyantara (50) meradang karena tanah waris miliknya yang berlokasi di Jalan Batas Dukuh Sari, Sesetan, Denpasar Selatan berpindah tangan dan dikuasai oleh orang lain.
“Atas permasalahan tersebut, klien kami melakukan gugatan ke Pengadilan Negeri Denpasar dan saat ini proses persidangan masih berlangsung,” kata Rozi Maulana, SH, dan I Gede Dharma Eka Yudarsa, SH selaku kuasa hukum Widyantara, Rabu (7/8/2024) di Denpasar.
Rozi menerangkan, bermula dari tahun 2015 di mana Putu Widyantara akan melakukan pengurusan sertifikat atas tanah yang menjadi objek sengketa.
Namun kliennya dibuat terkejut karena tanah yang seharusnya menjadi hak warisnya, telah disertifikatkan oleh seseorang bernama IMWK (alm).
Pada tahun 2016, ahli waris dari IMWK yakni Ir S, dkk hendak melakukan proses turun waris. Namun hal itu keburu diketahui Putu Widyantara sehingga ia keberatan.
Dua tahun berselang tepatnya pada September 2018, silsilah yang dibuat Ir S, dkk dibatalkan oleh pejabat di Desa Dauh Puri Kangin dikarenakan S tidak dapat menunjukkan bukti-bukti atas leleuhur yang bernama I Md Wanten/ Made Wanten/ I Made Wanten.
Rozi mengatakan, dalam sidang gugatan di Pengadilan Negeri Denpasar dengan Register Nomor: 389/Pdt.G/2024/PN Dps, pihaknya selaku penggugat menghadirkan sejumlah saksi.
Salah satunya saksi fakta bernama Agus Suhendra yang merupakan mantan Kepala Desa Dauh Puri Kangin, Denpasar Barat.
“Yang mana saksi fakta di persidangan mengaku mengetahui silsilah sesungguhnya. Saksi menerangkan bahwa Putu Widyantara merupakan ahli waris dari I Md Wanten/ Made Wanten/ I Made Wanten,” jelasnya.
Dikatakan oleh Rozi, di persidangan saksi juga menerangkan Ir S, dkk tidak memiliki leluhur yang bernama I Md Wanten/ Made Wanten/ I Made Wanten. Sehingga pejabat desa yang sebelumnya menandatangani silsilah waris Ir S, dkk, mencabut semua tandatangannya dan membatalkan silsilah tersebut.
Dirinya menambahkan, saksi fakta lain yang juga turut dihadirkan bernama Nyoman Wirya, pekaseh di Subak Sesetan.
Wirya juga menerangkan bahwasannya dalam buku rincikan yang dimilikinya, objek sengketa adalah milik dari I Md Wanten. Hal itu berkesesuaian dengan bukti pendaftaran sementara tanah milik Indonesia klasiran tahun 57.
Sementara Ahli Pertanahan dan Kenotariatan dari Fakultas Hukum Unud, Doktor Made Gde Subha Karma Resen, SH, MKN yang turut dihadirkan oleh pihak penggugat menggambarkan bagaimana sejarah pendaftaran tanah di Indonesia.
Di mana menurutnya pendaftaran tanah di Indonesia ini tidak terlepas dari bukti-bukti petunjuk sebagaimana diatur di PP 24 tahun 97 khususnya Pasal 24, di mana di dalam penjelasan ayat 1 dan ayat 2 bukti bukti petunjuk ini yang akan memberikan keyakinan bagi BPN.
Untuk menerbitkan suatu keputusan tata usaha negara yang disebut sebagai sertifikat hak milik.
“Pendaftaran tanah kita ini mengenal sistem pendaftaran tanah stelsel negatif, bertendensi positif, artinya SHM itu merupakan alat bukti yang kuat dan sempurna dalam peradilan tetapi bukan alat bukti yang mutlak, bukan absolute sepanjang dapat dibuktikan lain,” urainya di persidangan.
Ia pun berpandangan dalam case ini setelah mengetahui fakta di persidangan, yakni dihadapkan dengan persoalan di mana ada suatu bidang tanah yang bersertifikat dan ada orang menggugat.
Di mana penggugat memiliki dasar atau mendalilkan kepada kepemilikan berdasarkan bukti bukti lama. Sehingga di sini terdapat ruang-ruang bagi hakim untuk menilai apakah bukti lama ini memang sebagai bukti petunjuk yang asli guna mendukung BPN untuk mengeluarkan ataupun mencabut sertifikat.
“Nah kita kembali lagi bahwa dalam perkara ini, hakim yang mempunyai kewenangan untuk menentukan untuk memberikan kepastian hukum,” tegasnya.
Usai persidangan Rozi Maulana dan Gede Dharma Eka Yudarsa menyatakan akan membela kliennya sampai titik darah penghabisan, karena jelas ada suatu kejanggalan dalam penerbitan 2 SHM atas objek tanah tersebut yang dilakukan oleh orang tua Ir S, dkk.
“Selaku kuasa hukum, kami berharap BPN kota denpasar dapat membuka segala bentuk dokumen/sejarah yg dijadikan dasar penerbitan atas 2 SHM yg di miliki oleh Ir S, dkk,” tegasanya.
Pihaknya juga mengaharapkan agar kejadian yang menimpa Putu Widyantara bisa mendapatkan perhatian dari Kementrian ATR/BPN yang selaras dengan salah satu visi misi BPN dalam hal pemberantasan mafia tanah.