Denpasar – Pria berinisial AY (51) dan anaknya berinisial FNDY (23) ditetapkan tersangka oleh polisi atas kasus penganiayaan. Namun mereka menyangkal telah melakukan aksi tersebut dan berbalik menuding korban berinisial EEP (23) yang justru melakukan penganiayaan.
Muchammad Arya Wijaya, SH selaku kuasa hukum EEP angkat bicara dan menyatakan bahwa kliennya bukan merupakan geng pemuda mabuk dan membacok AY seperti yang dituduhkan.
“Hal tersebut tidak lah benar, klien saya tidak melakukan perbuatan seperti yang dituduhkan melainkan hanya membela diri karena sudah berusaha lari namun tetap dikejar,” ujarnya, Selasa (28/3/2022) di Denpasar.
Ia menceritakan, awalnya EEP sedang duduk-duduk santai di depan minimart sambil makan nasi jinggo di seputaran Tanjung Benoa, Kuta Selatan, Badung, Senin (7/3/2022) sekitar pukul 22.00 Wita.
Di sana kemudian datang FDY yang kemudian dihampiri oleh EEP untuk dimintai klarifikasi maksud dari FDY yang memakinya melalui WhatsAap.
Adu mulut terjadi, karena emosi EEP lalu mendorong bahu FDY. Setelah itu EEP kembali ke tempat nongkrong dan makan nasi jinggo, sementara FDY pergi.
Tak berselang lama datang AY bersama kakaknya FDY berinisial FNDY. AY lalu menghampiri dan langsung menempeleng EEP, sedangkan FNDY menendangnya secara membabi buta.
Melihat EEP dikeroyok, temannya yang ada di TKP mencoba melerai namun justru ikut dikeroyok oleh AY dan FNDY.
Saat EEP hendak pergi, ia tetap dikejar oleh AY dan FNDY. Dalam kondisi terdesak, EEP mengambil besi yang ada di sekitar lokasi kejadian. Besi tersebut lalu digunakan untuk menakut-nakuti AY dan FNDY agar berhenti melakukan pengeroyokan.
Polisi yang menerima laporan ada keributan kemudian mendatangi TKP. Petugas kemudian membawa EEP dan tiga temannya ke Mapolsek Kuta Selatan. Selain itu, AY, FDY dan FNDY dan satu orang lagi yang ada di sana juga turut dibawa ke kantor polisi.
Malam itu juga di kantor polisi terjadi perdamaian antara EEP dengan AY dan FDY. Mereka sepakat untuk menyelesaikan persoalan tersebut secara kekeluargaan.
“Tidak ada laporan dan malam itu sudah ada kesepakatan perdamaian antara klien saya dengan AY dan FDY. Bahkan sudah ada surat pernyataan perdamaian jika AY dan anaknya menyelesaiakan permasalahan ini secara kekeluargaan dan tidak akan melanjutkan lagi,” jelas Arya Wijaya.S.H.
Belakangan diketahui jika AY dan anaknya membuat laporan ke Polresta Denpasar padahal awalnya mereka sepakat damai.
Mereka datang ke Polresta Denpasar dengan dalih bahwa Polsek Kutsel menolak laporannya padahal tidak pernah. Sehingga mereka kembali disuruh melaporkan ke Polsek Kutsel.
Lantaran AY dan anaknya tidak mengindahkan surat perdamaian yang dibuat dan sudah ditandatangani bersama, EEP balik melapor karena sebelumnya juga telah dianiaya.
Menurut Arya Wijaya SH, pada malam usai kejadian, personel dari Polsek Kuta Selatan tidak pernah menolak laporan yang dibuat oleh AY dan anaknya.
Ditambahkan, seharusnya dengan permasalahan seperti ini tidak dijadikan kesempatan untuk memperkeruh suasana dengan menggiring opini yang kebenerannya tidak bisa dipertanggungjawabkan.
“Padahal ada kata-kata AY pada malam itu, “baik karena ini merupakan rasa kemanusiaan saya, maka saya tidak melanjutkan lagi perkara ini dan menyelesaikan secara kekeluargaan”. Begitu kata AY malam itu,” beber Arya. (*)