Sumba Barat Daya -Sejumlah hate speech atau ujaran kebencian banyak yang berujung pada kasus hukum. Kadang orang memang tidak merasa melakukan hate speech kepada orang karena tidak bisa mengenali mana yang hate speech dan mana yang bukan.
Cenuk Widiyastrina Sayekti, seorang Dosen dan Peneliti saat menjadi nara sumber di Webinar Literasi Digital wilayah Sumba Barat Daya, Nusa Tenggara Timur, Jumat 26 November 2021 mengatakan ada satu cara mengenalinya dengan melihat obyek atau identitas tertentu yang dituju yang sangat subyektif.
Contoh cara mengenali unsur ujaran kebencian dan bukan?
- Di dunia ini terlalu banyak orang goblok salah satunya lo.
- Dasar orang “suku X” pantas aja suka marah-marah enggak jelas.
Kedua ucapan di atas sama-sama mengekspresikan kebencian. Contoh pertama ucapan kebencian tidak didasarkan pada identitas tertentu tetapi lebih bersifat pada seseorang dalam contoh ini adalah bodoh. Maka contoh pertama tidak bisa dikategorikan sebagai ujaran kebencian.
Sedangkan contoh kedua juga adalah ekspresi kebencian tapi bedanya yang ini didasarkan karena kebencian dan intoleransi terhadap suku tertentu sehingga dikategorikan sebagai siar kebencian.
Dan ujaran kebencian ini sangat berbahaya karena merupakan bentuk intimidasi dan pembatasan kebebasan berbicara.
Banyak terjadi karena kalah argumentasi, kemudian membawa perbedaan suku, perbedaan agama sampai ras mungkin sampai jenis kelamin. Biasanya yang menjadi target biasanya adalah kelompok minoritas jadi membatasi kebebasan berbicara pada kelompok-kelompok minoritas.
Ujaran kebencian juga bisa membentuk polarisasi sosial berdasarkan kelompok identitas. Jadi yang bermayoritas itu lebih merasa berkuasa. Dan ujaran kebencian bisa memberangus demokrasi dan menciptakan wacana permusuhan menumbuhkan intoleransi melukai kelompok identitas lain. Serta ujaran kebencian berkaitan dengan kekerasan terhadap individu atau kelompok yang yang dianggap berbeda.
Kasus yang paling real di Papua tahun 2019 , terjadi kekerasan dan itu disebabkan karena pertama kali adanya ujaran kebencian dan penyebaran berita bohong. “Jadi bukan kombinasi yang bagus jadi sudah ujaran kebencian dan itu merupakan berita bohong yang disebarkan yang membuat teman-teman di Papua terjadi permusuhan di beberapa wilayah. Tidak hanya mengalami kerugian bersifat materi tapi kehilangan nyawa.”
Ada faktor utama ujaran kebencian yaitu prasangka buruk, merasa kelompoknya dia itu dengan identitas dia itu merasa lebih baik dibandingkan kelompok yang lain. Dengan identitas yang berbeda itu tentu saja sangat berbahaya karena didasarkan dengan prasangka buruk terhadap kelompok lain lalu memicu terjadinya diskriminasi intoleransi dan kekerasan.
Faktor lain adalah faktor individu dengan daya emosional, rendahnya mental sakit hati dengan korban dendam dan lainnya. Juga faktor ekonomi.
Selain Cenuk juga hadir pembicara lainnya yaitu Gebryn Benjamin, Lead Creative and Marketing Strategy, Titus Kurra, S.Ikom, M,Ikom, Dosen Stimikom Stella Maris Sumba dan Nata Gein sebagai Key Opinion Leader.
Webinar Gerakan Nasional Literasi Digital 2021 – untuk Indonesia #MakinCakapDigital diselenggarakan Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemkominfo) bersama Siberkreasi. Kegiatan ini menargetkan 10.000.000 orang terliterasi digital pada tahun 2021, hingga tercapai 50 juta orang terliterasi digital pada 2024.
Kegiatan ini merupakan bagian dari program Literasi Digital di 34 Provinsi dan 514 Kabupaten dengan 4 pilar utama. Di antaranya Budaya Bermedia Digital (Digital Culture), Aman Bermedia (Digital Safety), Etis Bermedia Digital (Digital Ethics), dan Cakap Bermedia Digital (Digital Skills) untuk membuat masyarakat Indonesia semakin cakap digital.