Maluku Tenggara -Budaya Indonesia merupakan identitas masyarakat yang tidak boleh hilang di tengah kemajuan zaman. Sebab, budaya Indonesia merupakan akulturasi dari berbagai budaya daerah yang tersebar dari Sabang sampai Merauke.
Sayangnya menurut Arman Kalean, seorang akademisi dari IAIN, budaya Indonesia saat ini rentan tergerus jika kita sebagai generasi penerus tidak pernah bangga menggunakannya.
“Contoh paling dekat, orang Maluku pergi kuliah ke Jawa. Pulang ke Maluku, berubah cara bicaranya jadi tidak bisa bicara pakai aksen lokal. Atau orang Indonesia belajar ke luar negeri, malu dengan identitasnya, tidak mau menggunakan bahasa Indonesia, ini menyedihkan sekali,” tutur Arman, dalam webinar Gerakan Nasional Literasi Digital 2021 wilayah Maluku Tenggara, Maluku, Senin 8 November 2021.
Ia menyebut kampanye bangga budaya Indonesia bukan berarti mengagungkan budaya lokal dan anti budaya modern. Justru, budaya modern seharusnya dimanfaatkan untuk mengampanyekan budaya lokal.
“Misalnya sekarang media sosial sudah semakin masif. Nah konten kita di TikTok, di Instagram, kita isi dengan budaya Indonesia yang baik, pakai baju adat, gunakan bahasa lokal, dan sebagainya,” tutur Arman.
Untuk itu, ia pun membagikan sejumlah cara untuk mengampanyekan bangga budaya Indonesia di media sosial. Apa saja?
- Konsep yang jelas dan baik
Arman mengatakan, untuk berhasil mengampanyekan bangga budaya Indonesia perlu menentukan konsep yang akan dilakukan. Ia menyarankan kampanye dilakukan melalui kegiatan positif mulai dari bahasan dan seni, olahraga, kerajinan tangan, atau kuliner.
“Seperti di PON Papua kemarin kita lihat, sudah ada olahraga lokal yang dipertandingkan. Kampanye dan iklan pun gunakan ikon Papua, jadi festival olahraga di Papua sembari mengenalkan budayanya,” - Pahami sasaran kampanye
Masyarakat Indonesia saat ini terbagi menjadi 4 generasi yakni baby boomers, generasi X, generasi milenial, dan generasi Z. Masing-masing generasi memiliki karakteristik yang berbeda, sehingga cara kampanyenya pun berbeda-beda pula.
“Jadi kampanye bangga budaya Indonesia harus dilakukan secara adaptif, optimis, dan tidak kaku. Kita sesuaikan dengan karakteristik generasinya,” tutur Arman lagi. - Tentukan model
Arman mengatakan penentuan model kampanye juga harus dipikirkan secara matang. Bagaimana kampanye akan dilakukan? Apakah menggunakan metode tradisional seperti pameran dan pagelan seni atau menggunakan metode digital seperti Youtube?
Masing-masing model tentunya memiliki nilai tambah dan kekurangan masing-masing, yang berpengaruh terhadap efektivitas kampanye yang dilakukan.
Dalam kampanye yang dilakukan, Arman mengatakan bukan tidak mungkin akan beririsan dengan nilai ekonomis suatu budaya. Jika ini terjadi, kampanye bisa dilakukan dengan menjalankan wisata budaya. Terakhir, ia juga menekankan pentingnya kerja sama lintas sektor dalam kampanye bangga budaya Indonesia.
“Meskipun masyarakat secara mandiri bisa melakukan kampanye bangga budaya, tapi harus juga mengikutsertakan peran pemerintah di dalamnya. Supaya kampanye bangga budaya tidak berpotensi menimbulkan segregrasi sosial, bahkan SARA,” terangnya.
Selain Arman, hadir juga dalam webinar ini, Yulian Dian (Social media specialist, writer, content creator), Sofia Sari Dewi (fashion designer dan clozette ambassador), dan Bayu Eka Sari (key opinion leader).
Webinar Gerakan Nasional Literasi Digital 2021 – untuk Indonesia #MakinCakapDigital diselenggarakan Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemkominfo) bersama Siberkreasi. Kegiatan ini menargetkan 10.000.000 orang terliterasi digital pada tahun 2021, hingga tercapai 50 juta orang terliterasi digital pada 2024.
Kegiatan ini merupakan bagian dari program Literasi Digital di 34 Provinsi dan 514 Kabupaten dengan 4 pilar utama. Di antaranya Budaya Bermedia Digital (Digital Culture), Aman Bermedia (Digital Safety), Etis Bermedia Digital (Digital Ethics), dan Cakap Bermedia Digital (Digital Skills) untuk membuat masyarakat Indonesia semakin cakap digital.