Seniman Tak Perlu Khawatir, Negara Melindungi Hak Cipta Karya Berbasis Digital

Nagekeo -Pandemi mengubah kebiasaan masyarakat untuk berinteraksi secara virtual menggunakan kecanggihan teknologi terkini. Pembatasan mobilitas juga memaksa seniman bertransformasi digital untuk terus menghasilkan karya.
Misalnya, seorang fotografer yang melakukan pemotretan visual dengan model dan mengunggah karyanya di media sosial. Belum lagi sejumlah seniman yang menggelar pameran virtual di ruang digital, termasuk para musisi yang menggelar konser virtual di sejumlah platform media sosial.
“Karenanya, jangan sampai kita merugikan orang lain pemilik konten apapun yang sudah buat susah- di ruang digital. Walaupun di media sosial (medsos) bukan berarti itu hak milik semua orang, ada hak atas konten yang dibuat oleh seseorang,” kata Descha Muchtar, Founder Indopinups & CSE Educator dalam Webinar Literasi Digital wilayah Kabupaten Nagekeo, Nusa Tenggara Timur, Jumat 5 November 2021.
Selain itu dalam era digital pembajakan hak cipta tidak hanya terjadi pada ruang lingkup seni yang nyata tetapi juga meluas pada karya-karya digital seperti sistem operasi program aplikasi, game dan barang-barang, teknologi informasi dan komunikasi termasuk perangkat lunak komputer yang dijual bebas.
Kita juga harus memahami apa itu karya yang merupakan pekerjaan, hasil perbuatan buatan ciptaan terutama hasil karangan. Ada juga yang dinamakan karya asli yaitu hasil ciptaan yang bukan tiruan, hasil ciptaan yang bukan salinan atau terjemahan.
Karya digital dapat didefinisikan sebagai karya yang dibuat dengan teknologi digital atau disajikan dalam teknologi digital. Termasuk karya dari hasil editing komputer atau gambar yang dibuat menggunakan program perangkat lunak software yang dipamerkan disebarkan digunakan atau dijual secara digital
Perlindungan hak cipta ada pada Undang-Undang nomor 28 tahun 2014 yang mengatur tentang hak cipta secara normatif. UU ini mengatur hak cipta atas karya cipta digital dan sudah menjadi kewajiban dari negara untuk mampu melindungi hasil karya cipta terutama berbasis digital dengan melakukan penegakan hukum dan perlindungan hukum terhadap para pelaku pelanggaran.
Misal saja, kita membuat band, logo banda dan nama band tersebut bisa didaftarkan oleh recording company terdahulu. Sehingga hak cipta band mereka diambil oleh recorder konten yang terdahulu. “Makanya sebelum punya band langsung daftar hak ciptanya namanya dan logonya atas atas nama kita sendiri sebelum diambil oleh orang lain,” tandas Descha.
Selain Descha juga hadir pembicara lainnya yaitu Chris Jatender, Kaprodi Teknik Informatika STTI, Yanuarius Ricardus Natal, S.Pd, M.Or, Akademisi dan Praktisi Pendidikan dan Adelita sebagai Key Opinion Leader.
Webinar Gerakan Nasional Literasi Digital 2021 – untuk Indonesia #MakinCakapDigital diselenggarakan Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemkominfo) bersama Siberkreasi. Kegiatan ini menargetkan 10.000.000 orang terliterasi digital pada tahun 2021, hingga tercapai 50 juta orang terliterasi digital pada 2024.
Kegiatan ini merupakan bagian dari program Literasi Digital di 34 Provinsi dan 514 Kabupaten dengan 4 pilar utama. Di antaranya Budaya Bermedia Digital (Digital Culture), Aman Bermedia (Digital Safety), Etis Bermedia Digital (Digital Ethics), dan Cakap Bermedia Digital (Digital Skills) untuk membuat masyarakat Indonesia semakin cakap digital.

Check Also

Dukung Pertanian Rumput Laut—BRI Berikan Bantuan Sarpras, Pelatihan, Hingga KUR Petani

Denpasar – BRI Regional Office Denpasar mendukung sektor pertanian khususnya pertanian rumput laut di Nusa …