Memahami Digital Culture dan Kebebasan Berekspresi

Timor Tengah Selatan -Digital kultur adalah budaya di ruang digital yang terbentuk di zaman modern kekinian dengan mengikuti perkembangan digital internet. Digital kultur sifatnya mempermudah proses dan cara pengerjaan dengan perangkat-perangkat penyedia layanan yang memungkinkan kelancaran dalam berbagai urusan.
Hal itu dikatakan oleh Christoforus Yosafat Ngasi, S.Fil, Anggota Jaringan Relawan Untuk Kemanusiaan (J-Ruk) dalam Webinar Literasi Digital wilayah Kabupaten Timor Tengah Selatan, Nusa Tenggara Timur, Kamis 4 November 2021.
“Ada sejumlah faktor pendukung terbentuknya digital culture dan manusia adalah produsen dari perkembangan digital culture dan sulit dipisahkan. Contohnya penemuan telepon, penemuan mesin ketik, penemuan komputer dan pembuatan satelit di luar angkasa,” ujar Chris dalam webinar yang dipandu oleh Tony Thamrin ini.
Digital kultur adalah pintu masuk dalam perubahan di dunia modern. Contohnya penjualan segala kebutuhan tidak harus di pasar tradisional tetapi melalui media online. Selain itu contoh lain adalah pengiriman surat dan dengan media komunikasi virtual melalui media zoom, video call dan lainnya tanpa harus tatap muka.
Digital culture juga membuka ruang komunikasi baru yang sifatnya menghubungkan setiap elemen elemen tanpa sekat. Contohnya mendapatkan komunikasi lewat telepon pengiriman dan pembayaran uang melalui kartu kredit serta lainnya.
Di dalam ruang digital, kita dihadapkan pada kebebasan berekspresi. “Orang Yunani kuno mempelopori kata “parhesia” yang berarti kebebasan berbicara atau berbicara terus terang. Tetapi jenis kebebasan berekspresi saat itu sebenarnya masih amat terbatas dan hanya berlaku bagi sekelompok kecil masyarakat yang berkuasa dan memiliki peran di tengah masyarakat contohnya cendekiawan, filsuf, seniman, buruh dan penguasa,” katanya.
Dalam dunia modern, ada batasan dalam berekspresi di dunia digital. Sebab prinsipnya dunia digital adalah dunia kebebasan dalam menyerap dan menyampaikan berbagai informasi namun dalam berbagai kebebasan ada aturan-aturan yang membatasi kebebasan demi kepentingan umum.
Mekanisme pengaturan terhadap ruang kebebasan masyarakat untuk berekspresi sesungguhnya memiliki landasan konstitusional yang kuat. Hal ini secara tegas dinyatakan dalam ketentuan pasal 28 UUD NKRI 1945 yang menentukan beberapa syarat.
Pertama pembatasan harus dilakukan berdasarkan hukum (by law). Kedua, pembatasan didasarkan pada alasan yang sah seperti ketertiban umum kesehatan masyarakat, moral, publik, keamanan nasional, keselamatan publik dan hak kebebasan orang lain atau hak atas reputasi orang lain. Ketiga pembatasan hak asasi harus dilakukan dalam rangka menjaga agar demokrasi berjalan dengan baik (Eko Riyadi,2018).
Selain Chris, juga hadir pembicara lainnya yaitu Josephine Brightnessa, Marketing Manager, Adji Srihandoyo, Business Development Director Koperasi Jasa Tri Capital Investama (TC Invest) dan Bayu Eka Sari sebagai Key Opinion Leader.
Webinar Gerakan Nasional Literasi Digital 2021 – untuk Indonesia #MakinCakapDigital diselenggarakan Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemkominfo) bersama Siberkreasi. Kegiatan ini menargetkan 10.000.000 orang terliterasi digital pada tahun 2021, hingga tercapai 50 juta orang terliterasi digital pada 2024.
Kegiatan ini merupakan bagian dari program Literasi Digital di 34 Provinsi dan 514 Kabupaten dengan 4 pilar utama. Di antaranya Budaya Bermedia Digital (Digital Culture), Aman Bermedia (Digital Safety), Etis Bermedia Digital (Digital Ethics), dan Cakap Bermedia Digital (Digital Skills) untuk membuat masyarakat Indonesia semakin cakap digital.

Check Also

Dari The Apurva Kempinski Bali ke Paris, Kadek Sumiarta, Chef muda Mewakili Poweful Indonesia di Panggung Internasional.

NUSA DUA – I Kadek Sumiarta, seorang kuliner profesional dari The Apurva Kempinski Bali merupakan …