Kupang NTT -Banyak kasus hukum yang mulanya berawal dari unggahan konten penyampaian pendapat atau komentar di media social (medsos). Karena meski dijamin kebebasan berpendapat tetapi ada banyak kegiatan melanggar hukum yang harus disadari oleh setiap pengguna ruang digital agar kasus-kasus seperti itu tak terulang.
Menurut Cenuik Widiyastrina Sayekti, seorang Peneliti dan Dosen dalam Webinar Literasi Digital wilayah Kabupaten Kupang, Nusa Tenggara Timur, Senin 1 November 2021, setiap orang atau konsumen dijamin haknya untuk menyampaikan pendapat dan keluhan atas barang jasa yang dikonsumsi termasuk di medsos.
“Jaminan menyampaikan pendapat ini ada dalam Pasal 4 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen,” ujar Cenuk dalam webinar yang dipandu oleh Tony Thamrin ini.
Kendati begitu, lanjut Cenuk, kebebasan berpendapat juga harus dilakukan dengan bijak penuh sopan santun karena jika disampaikan sembarangan maka akan berakibat pelanggaran hukum. “Kalau mau mengkritik boleh tetapi jangan menista, menghina atau mengangkat isu-isu yang salah,” imbuhnya.
Hal ini biasanya terjadi media yang digunakan yaitu blog, email, Facebook termasuk Instagram, instastory, WhatsApp, YouTube, Twitter, media online atau SMS. Ada beberapa komentar atau unggahan yang bisa dikategorikan melanggar hukum. Seperti menyebarkan berita bohong, SARA atau menciptakan kebencian. Juga upload foto tidak senonoh, pronografi, berbagai foto korban kecelakaan, korban perang, orang meninggal, berbagi foto anak kecil merokok, mengumpat dan kata-kata kasar untuk meluapkan amarah.
“Selain itu berbagi kegiatan berjudi atau taruhan di medsos, membully di medsos pencemaran nama baik berbagi foto kekerasan pada binatang juga termasuk pelanggaran hukum,” ujar Cenuk lagi.
Selain itu ada perbuatan yang kadang kita tidak sadari itu adalah perbuatan melanggar hukum. Contoh perbuatan yang tanpa kita sadari yang akan berakibat ke hukums misal curhat di medsos, berujung pidana dan dikenai pasal UU ITE karena dianggap telah mencemarkan nama baik perusahaan
Sebab pencemaran nama baik atau tercemarnya nama baik seseorang hanya dapat dinilai oleh orang yang bersangkutan secara subjektif, terkait konten tertentu di medsos yang dianggap telah merugikan kehormatannya.
Contoh kasus pelayanan di salon kecantikan yang dialami oleh Monica di Surabaya. Niatnya mau sekadar komplain hasil jasa atau produk klinik kecantikan tapi jatuhnya pencemaran nama baik sehingga balik dilaporkan karena dianggap sudah mencemarkan nama baik klinik tersebut.
“Jadi untuk yang suka curhat di medsos hati-hati,” kata Cenuk mengingatkan
Selain Cenuk , pembicara lain yang hadir berbagi wawsan tentang literasi digital adalah Katharina E.P Korohama, Dosen Prodi Bimbingan Konseling FKIP Undana, Ilham Faris Digital Strategist & National Fasilitator dan Chika Mailoa sebagai Key Opinion Leader.
Webinar Gerakan Nasional Literasi Digital 2021 – untuk Indonesia #MakinCakapDigital diselenggarakan Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemkominfo) bersama Siberkreasi. Kegiatan ini menargetkan 10.000.000 orang terliterasi digital pada tahun 2021, hingga tercapai 50 juta orang terliterasi digital pada 2024.
Kegiatan ini merupakan bagian dari program Literasi Digital di 34 Provinsi dan 514 Kabupaten dengan 4 pilar utama. Di antaranya Budaya Bermedia Digital (Digital Culture), Aman Bermedia (Digital Safety), Etis Bermedia Digital (Digital Ethics), dan Cakap Bermedia Digital (Digital Skills) untuk membuat masyarakat Indonesia semakin cakap digital.
Check Also
Dinilai Janggal, Warga Lovina Bali Diduga Korban Mafia Tanah, Laporkan Sejumlah Hakim
Warga Lovina, Buleleng, Made Jodi, melaporkan sejumlah Hakim ke Komisi Yudisial. Laporan tersebut diwakili oleh …