Agar Tidak Ditinggalkan, Pasar Tradisional Juga Perlu Digitalisasi

Tual Maluku -Digitalisasi di sektor perbelanjaan tidak hanya menyasar usaha kecil, mikro, dan menengah (UMKM) dan waralaba. Digitalisasi juga perlu menyentuh pasar tradisional, yang kini semakin sepi.
Darnawati Amir, Kadis Perindag Kota Tual, mengatakan pasar tradisional merupakan bagian penting dalam kebudayaan masyarakat. Di pasar tradisional tidak hanya terjadi transaksi jual beli, tapi juga pertukaran informasi.
“Karena di pasar tradisional kita bisa tawar-menawar, bisa memilih langsung barang yang ingin dibeli. Di pasar juga tidak hanya pembeli dan pedagang, tapi juga ada buruh angkut, tukang makanan, hingga ojek sehingga perputaran ekonomi memengaruhi banyak pihak,” papar Darnawati, dalam webinar Gerakan Nasional Literas Digital 2021 wilayah kota Tual, Maluku, Rabu (27/10/2021).
Ia menjelaskan bahwa proses digitalisasi dibutuhkan agar ekosistem pasar tetap berjalan, termasuk di kota Tual, yang merupakan salah satu pusat perekonomian selain kota Ambon.
Salah satu bentuk digitalisasi di pasar tradisional adalah pembayaran cashless atau non tunai. Sayangnya, ini masih sulit dilakukan karena masyarakat di kota-kota kecil dan daerah belum terbiasa.
“Di kota Tual itu orang kalau tidak pegang uang tunai, rasanya tidak punya uang. Kalau cashless kan dia tidak kelihatan uangnya, jadinya dirasa seperti tidak punya uang. Makanya pedagang masih enggan,” papar Darnawati lagi.
Selain kesulitan melakukan transaksi cashless, Darnawati juga mengungkap sejumlah tantangan lainnya melakukan digitalisasi pasar tradisional, di antaranya:

  1. Belum memiliki smartphone
    Belum seluruh pedagang menggunakan smartphone. Sebagian besar pedagang masih merasa smartphone bukan kebutuhan dan harganya masih terlalu mahal.
  2. Akses internet tidak merata
    Infrastruktur jaringan internet yang belum merata membuat digitalisasi semakin sulit dilakukan.
    “Saat ini sudah ada koordinasi Pemda dengan Bank Indonesia Maluku untuk menambah tower agar semakin banyak masyarakat kota Tual yang mendapatkan akses internet,” urainya.
  3. SDM pengelola belum optimal
    Selain masalah sarana dan prasarana, kurangnya kemampuan SDM dalam menggunakan internet menghambat proses digitalisasi.
    “Misalnya untuk transaksi cashless, kan harus ada mesin EDC. Nah ini kan termasuk sulit dioperasikan awam, harus pakai pelatihan dulu,” tuturnya.
    Selain Darnawati, dalam webinar kali ini hadir juga Sondang Pratama (key opinion leader), Yulia Dian (Social Media Specialist dan Content Creator), dan Alaika Abdullah (Virtual Assistant dan Digital Content Creator).
    Webinar Gerakan Nasional Literasi Digital 2021 – untuk Indonesia #MakinCakapDigital diselenggarakan Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemkominfo) bersama Siberkreasi. Kegiatan ini menargetkan 10.000.000 orang terliterasi digital pada tahun 2021, hingga tercapai 50 juta orang terliterasi digital pada 2024.
    Kegiatan ini merupakan bagian dari program Literasi Digital di 34 Provinsi dan 514 Kabupaten dengan 4 pilar utama. Di antaranya Budaya Bermedia Digital (Digital Culture), Aman Bermedia (Digital Safety), Etis Bermedia Digital (Digital Ethics), dan Cakap Bermedia Digital (Digital Skills) untuk membuat masyarakat Indonesia semakin cakap digital.

Check Also

Dinilai Janggal, Warga Lovina Bali Diduga Korban Mafia Tanah, Laporkan Sejumlah Hakim

Warga Lovina, Buleleng, Made Jodi, melaporkan sejumlah Hakim ke Komisi Yudisial. Laporan tersebut diwakili oleh …