Nduga Papua -Fitur anonimitas di media sosial seringkali membuat penggunanya, merasa bebas untuk melakukan banyak hal. Termasuk juga melakukan hate speech atau ujaran kebencian.
Padahal, hate speech atau ujaran kebencian sendiri, selain bisa memecah belah dan memprovokasi suatu kelompok di masyarakat, juga punya konsekuensi hukum. Hal inilah yang dipaparkan oleh RAdvokat dan Managing Partner Law Office Amali & Associates Rizky Rahmawati, dalam webinar Gerakan Nasional Literasi Digital wilayah Nduga, Papua, Jumat (22/10/2021).
Dalam arti hukum, Hate speech atau ujaran kebencian adalah perkataan, perilaku, tulisan, ataupun pertunjukan yang dilarang karena dapat memicut etrjadinya tindakan kekerasan dan sikap prasangka entah dari pihak pelaku Pernyataan tersebut ataupun korban dari tindakan tersebut,” kata Rizky dalam webinar tersebut.
Rizky juga memaparkan bahwa ujaran kebencian atau hate speech sendiri juga telah diatur dalam aturan perundangan. Seperti salah satunya di Kitab Undag-undang Hukum pidana.
“Ujaran kebencian dapat berupa tindak pidana yang diatur dalam KUHP dan ketentuan pidana lainnya di luar KUHP, yang berbentuk, penghinaan, pencemaran nama baik, penistaan, perbuatan tidak menyenangkan, memprovokasi; menghasut;, penyebaran berita bohong,” kata Rizky.
Namun demikian, dalam konteks hate speech atau ujaran kebencian, ada hal yang sering disalahpahmi oleh masyarakat. Bahwa sebenarnya hate Speech bertujuan untuk menghasut dan menyulut kebencian terhadap individu dan/atau kelompok masyarakat dalam berbagai komunitas.
“Hate speech itu berbeda dengan sekadar julid, hate speech itu menghasut kebencian berdaarkan dengan aspek, suku, agama, aliran keagamaan, keyakinan/kepercayaan, ras, warna kulit, etnis, gender, kaum difabel, dan orientasi seksual,” ujar Rizky dalam acara tersebut.
Lebih jauh, Rizky mengatakan bahwa hate speech sendiri tidak bisa dibenarkan. Karena ujaran kebencian tadi melanggar hak asasi manusia, jadi isu di internasional dan juga merupakan tindak pidana di Indonesia.
“Ada aturan yang mengatur yakni Undang-Undang No.11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) Pasal 28 Ayat 2 jis pasal 45A ayat (2),” kata dia.
Dalam kesempatan itu juga hadir, Ilham Faris, Digital Strategis, Ishak Beno, Dosen Matematika FMIPA Universitas Cendrawasi dan Key Opinion Leader sebagai Marizka Juwita.
Webinar Gerakan Nasional Literasi Digital 2021 – untuk Indonesia #MakinCakapDigital diselenggarakan Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemkominfo) bersama Siberkreasi. Kegiatan ini menargetkan 10.000.000 orang terliterasi digital pada tahun 2021, hingga tercapai 50 juta orang terliterasi digital pada 2024.
Kegiatan ini merupakan bagian dari program Literasi Digital di 34 Provinsi dan 514 Kabupaten dengan 4 pilar utama. Di antaranya Budaya Bermedia Digital (Digital Culture), Aman Bermedia (Digital Safety), Etis Bermedia Digital (Digital Ethics), dan Cakap Bermedia Digital (Digital Skills) untuk membuat masyarakat Indonesia semakin cakap digital.
Check Also
ICBC Indonesia merelokasi cabang di Area Pantai Indah Kapuk
JAKARTA – Bank ICBC Indonesia sebagai anak perusahaan dari ICBC Limited yang merupakan salah satu …