Lombok Barat -Banyak orang melontarkan kata-kata kasar dan saling mengejek satu sama lain di media sosial bahkan berujung dengan perbuatan ujaran kebencian yang nyatanya melanggar hukum.
Ujaran kebencian atau hate speech adalah suatu tindakan komunikasi yang dilakukan oleh suatu individu atau kelompok dalam bentuk provokasi, hasutan, atau hinaan kepada pihak lain dalam berbagai aspek, seperti ras, warna kulit, gender, orientasi seksual, agama, dan lainnya.
Dari sisi hukum, ujaran kebencian didefinisikan jauh lebih mendetail. Ujaran kebencian bisa dalam bentuk perkataan, perilaku, tulisan, atau pertunjukan yang dilarang karena berpotensi memicu tindakan kekerasan dan sikap prasangka.Di Indonesia sendiri, ujaran kebencian diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, karena ujaran kebencian termasuk ke dalam tindak pidana atau kejahatan.
“Efeknya bisa menyebabkan tindakan kekerasan atau suatu sikap prasangka. Ini bukan hanya dari orang yang melakukan ujaran kebencian itu sendiri, tetapi juga dari orang yang menjadi korbannya,” tutur Rizky Rahmawati, Advokat dan Managing Partner Law Office Amati & Associates dalam Webinar Literasi Digital wilayah Kabupaten Lombok Barat, Nusa Tenggara Barat, Kamis (7/10/2021).
Rizky menyampaikan, bentuk-bentuk ujaran kebencian yang banyak diketahui dan terjadi saat ini ialah penghinaan, pencemaran nama baik, penistaan, perbuatan tidak menyenangkan, provokasi, menghasut, dan penyebaran berita bohong. Dari tindakan tersebut, semuanya bisa mengarah pada tindakan diskriminasi atau kekerasan.
Setelah mengetahui arti dari ujaran kebencian, kita harus mampu mengidentifikasinya agar terhindari dari perbuatan tersebut di ruang digital. Menurutnya, ujaran kebencian ini mengandung sikap kebencian yang dicerminkan dari perkataan, perbuatan, atau perilaku baik verbal atau tulisan terhadap sebuah ras, agama, suku, hingga orientasi seksual. Padahal hal-hal tersebut merupakan perbedaan wajar yang terdapat dalam setiap manusia dan bukan bahan untuk dijadikan lelucon atau memperlakukan seseorang secara tidak adil.
“Kaitan ujaran kebencian banyak berhubungan dengan diskriminasi. Perbuatan itu banyak dilakukan kepada seseorang atau suatu kelompok berdasarkan sukunya, agamanya, aliran keagamaan, warna kulit, etnis, gender, kecatatan, dan orientasi seksual. Itu semua merupakan hak asasi setiap manusia yang memang sudah diakui. Semua manusia berhak diperlakukan secara sama, maka tidak boleh diperlakukan berbeda dengan alasan apapun,” ungkap Rizky.
Seharusnya, ketika kita hidup berdampingan dengan orang lain. Kita harus bisa mengakui adanya perbedaan-perbedaan karena ada undang-undang yang berkaitan dengan hak asasi manusia. Sesuai aturan pun telah dibuat mengenai perilaku diskriminasi UU nomor 40 tahun 2008 tentang penghapusan diskriminasi ras dan etnis.
Di dalamnya, kita dilarang menunjukkan kebencian atau rasa benci kepada orang lain karena perbedaan ras atau etnis yang berupa perbuatan membuat tulisan atau gambar untuk disebarluaskan ke tempat umum, berpidato mengungkapkan kata-kata tertentu yang dapat didengar orang lain, dan mengenakan sesuatu berupa kata-kata mendiskriminasi di tempat umum, hingga perampasan nyawa orang berdasarkan diskriminasi ras atau etnis. Ia mengatakan, bagi pelaku ujaran kebencian berbentuk diskriminasi ancaman pidanya cukup berat.
Sementara di dunia digital, ujaran kebencian yang berlaku mengacu pada aturan dalam Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) di UU No. 11 tahun 2016. Di dalam UU ITE, perbuatan ujaran kebencian ini diatur secara spesifik dalam pasal 28 ayat 2 UU ITE. Di dalamnya dinyatakan setiap orang dilarang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan suku, agama, ras, dan antargolongan.
Webinar Gerakan Nasional Literasi Digital 2021 – untuk Indonesia #MakinCakapDigital diselenggarakan Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemkominfo) bersama Siberkreasi. Webinar wilayah Kabupaten Lombok Barat, NTB, Kamis (7/10/2021) juga menghadirkan pembicara, Ody Waji (CEO Waji Travest), Sinta Amber (Dosen Stikes Yarsi Mataram), dan Ari Lesmana (Key Opinion Leader).
Gerakan Nasional Literasi Digital 2021 – untuk Indonesia #MakinCakapDigital merupakan rangkaian panjang kegiatan webinar di seluruh penjuru Indonesia. Kegiatan ini menargetkan 10.000.000 orang terliterasi digital pada tahun 2021, hingga tercapai 50 juta orang terliterasi digital pada 2024.
Kegiatan ini merupakan bagian dari program Literasi Digital di 34 Provinsi dan 514 Kabupaten dengan 4 pilar utama. Di antaranya Budaya Bermedia Digital (Digital Culture), Aman Bermedia (Digital Safety), Etis Bermedia Digital (Digital Ethics), dan Cakap Bermedia Digital (Digital Skills) untuk membuat masyarakat Indonesia semakin cakap digital.
Check Also
Dukung Pertanian Rumput Laut—BRI Berikan Bantuan Sarpras, Pelatihan, Hingga KUR Petani
Denpasar – BRI Regional Office Denpasar mendukung sektor pertanian khususnya pertanian rumput laut di Nusa …