Ende NTT -Pandemi Covid-19 membuat banyak perubahan dalam kehidupan masyarakat. Utamanya adalah melakukan kegiatan yang tadinya bersifat tatap muka dalam proses pengajaran, hadir ke kantor untuk bekerja, bertemu langsung rapat dengan banyak orang, berubah menjadi kegiatan berbasis online untuk mencegah penyebaran virus. Alhasil, penggunaan internet selama pandemi virus corona Covid-19 mengalami peningkatan hingga 40 persen.
Menurut Maria Yuneri Efiianti, M.Pd, Guru SMAK Syuradikara dalam Webinar Literasi Digital wilayah Kabupaten Ende, Nusa Tenggara Timur, Rabu 6 Oktober 2021, pandemi juga memaksa anak-anak serta remaja mengalami digitalisasi lebih cepat.
“Di masa pandemi terjadi digitalisasi yang meningkat pada anak dan remaja tetapi tidak semua orang tua mampu mendampingi anak belajar di rumah karena ada tanggung jawab lainnya semisal pekerjaan dan urusan rumah dan lain sebagainya,” ujar Maria dalam webinar yang dipandu oleh Claudia Lengkey ini.
Selain itu tak sedikit orang tua yang merasa kesulitan dalam memahami pelajaran dan memotivasi anak saat mendampingi belajar di rumah. Juga siswa kesulitan konsentrasi belajar dari rumah dan mengeluhkan beratnya penugasan soal dari guru.
Selain itu adanya peningkatan rasa stres dan jenuh akibat isolasi berkelanjutan berpotensi menimbulkan rasa cemas dan depresi bagi anak. Sementara dampak negatif internet juga beragam seiring dengan banyaknya platform dan fitur fitur menarik yang mengeliling keseharian anak.
“Dampak negatif itu semisal yang disebutkan sejumlah penelitian dan riset bahwa ada 95,196% remaja yang mengakses situs porno dan sebanyak 0,48% teradiksi ringan. Dan ada data 3.087 kasus kekerasan terhadap anak selama masa pandemic,” imbuhnya.
Untuk itulah dibutuhkan literasi digital dalam dunia pendidikan. Literasi ini harus berlangsung di lembaga pendidikan meliputi guru, siswa dan orang tua. Sebab lembaga pendidikan tidak lepas dengan yang namanya guru orang tua dan siswa.
Tapi sayangnya ada tantangan yang harus dihadapi yaitu soal isu strategis, rendahnya literasi digital, sarana dan prasarana yang tidak memadai dan penggunaan ponsel oleh remaja yang tidak terkontrol. Karenanya orang tua bisa menempatkan diri untuk mengontrol anak dan menjadi solusi penguatan kapasitas untuk orang tua.
Selain itu dibutuhkan juga pemerataan pembangunan sampai di tingkat pedesaan dan pendampingan dari orang tua sebagai pelaku utama pendampingan anak. Selain itu dibutuhkan program edukasi literasi digital untuk orang tua secara kontinu dari tingkat pusat maupun dari tingkat daerah. Juga tersedianya sarana dan prasarana yang menunjang literasi digital dan penggunaan aplikasi proteksi.
Terkait hal ini, ada peluang dan tantangan digitalisasi yaitu penggunaan medsos secara tidak etis yang telah mengakibatkan pelanggaran privasi pribadi dan berdampak pada keamanan informasi.
“Laporan pada 2019 mengungkapkan bahwa anak usia antara 8 sampai 11 tahun menghabiskan waktu untuk dari rata-rata 13,5 jam per minggu dan 18% dari kelompok usia ini secara aktif terlibat di medsos (Chaffey:2019). Mereka antara usia 12-15 tahun menghabiskan rata-rata 20,5 jam online dan 69% dari kelompok ini aktif menggunakan medsos,” bebernya.
Anak-anak dan remaja memang merupakan kelompok terbesar pengguna internet dan sebagian besarnya tidak mengetahui bagaimana melindungi informasi pribadi di web. Mereka merupakan kelompok yang paling rentan terhadap kejahatan cyber terkait dengan pelanggaran privasi informasi.
Belakangan kelompok tua juga memiliki perilaku bermedia sosial yang kurang lebih sama kebiasaan ngerumpi bergunjing seperti mendapatkan saluran baru di medsos.
Selain Maria, sejumlah pembicara lain adalah Yazid Yanwar Saputra, Founder Meraki Agency, Sofia Sari Dewi Designer, Penggiat Social Media dan Adelita sebagai Key Opinion Leader.
Webinar Gerakan Nasional Literasi Digital 2021 – untuk Indonesia #MakinCakapDigital diselenggarakan Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemkominfo) bersama Siberkreasi. Kegiatan ini menargetkan 10.000.000 orang terliterasi digital pada tahun 2021, hingga tercapai 50 juta orang terliterasi digital pada 2024.
Kegiatan ini merupakan bagian dari program Literasi Digital di 34 Provinsi dan 514 Kabupaten dengan 4 pilar utama. Di antaranya Budaya Bermedia Digital (Digital Culture), Aman Bermedia (Digital Safety), Etis Bermedia Digital (Digital Ethics), dan Cakap Bermedia Digital (Digital Skills) untuk membuat masyarakat Indonesia semakin cakap digital.
Check Also
Dukung Pertanian Rumput Laut—BRI Berikan Bantuan Sarpras, Pelatihan, Hingga KUR Petani
Denpasar – BRI Regional Office Denpasar mendukung sektor pertanian khususnya pertanian rumput laut di Nusa …