Bahaya Media Sosial bagi Penggunanya
Saat ini kita berada dalam dunia globalisasi. Elvira Rumkabu, Staf Dosen FISIP menyampaikan bahwa globalisasi ini bukan berarti dunia meluas, tetapi dunia yang semakin menyatu karena mudahnya akses satu sama lain di negara mana pun.
“Kemajuan teknologi dan informasi ini terhubung dengan bermacam hal, seperti persoalan sosial, psikologis yang ada di balik teknologi yang kita lihat sekarang. Oleh karena itu kita perlu diatur dalam beretika untuk berinteraksi dalam dunia yang menyatu ini dengan orang lain,” ungkap Elvira dalam Webinar Literasi Digital di Kabupaten Mappi, Papua, Selasa (5/10/2021).
Adanya transformasi mengenai cara orang berinteraksi secara online nyatanya memiliki konsekuensi besar di dalamnya. Hal ini karena ketika kita berinteraksi di ruang maya, kita perlu berhati-hati terhadap setiap ketikan jari dan kalimat yang dilontarkan dalam layar gadget kita.
Ia mengatakan, kuasa jari kita berperan sangat besar, dalam satu menit saja di internet terdapat 4,7 juta video yang dilihat pada platform Youtube, 190 juta email dikirim, hingga 2,6 juta orang masuk ke Facebook. Dengan demikian, informasi begitu cepat dan terintegrasi satu sama lain. Di masa ini, masyarakat disebut masyarakat jaringan (network society) di mana kekuatannya berada pada informasi yang mudah tersalurkan dalam lintas negara.
“Media sosial juga tentang sosiologi dan psikologi. Orang menggunakan media sosial sebagai aktualisasi diri, hal ini berkaitan dengan kedua aspek tersebut karena kita perlu keseimbangan. Media sosial bisa berdampak positif ketika orang menggunakannya untuk hal positif,” tuturnya.
Sementara itu, dampak buruk media sosial menjadikan orang tidak peduli dengan dirinya sendiri, seperti lupa makan, lupa mengerjakan tugas, orientasi hidup menjadi kurang jelas, hingga berdampak buruk pada psikologis seseorang. Orang juga senang mengisolasi dirinya dibandingkan berinteraksi dengan orang lain. Hal ini bukan ciri yang baik dari penggunaan media sosial.
“Orang yang menghabiskan waktu terlalu lama di media sosial ataupun di platform digital lain memang akan berdampak pada dirinya sendiri dan orang lain. Yang paling penting itu berpikir sebelum memposting sesuatu,” ujar Elvira.
Berpikir kritis penting agar kita tidak mudah termakan hoaks dan dipecah-belah akibat hoaks tersebut. Kita perlu mencari media pembanding saat mendapatkan informasi dari platform digital. Ia mengatakan, jadi kita tidak bersikap impulsif saat memposting suatu informasi. Pastikan, setiap postingan kita itu tidak ilegal dan tidak menyinggung perasaan orang lain. Hanya bagikan sesuatu yang bermanfaat bagi orang lain.
Webinar Gerakan Nasional Literasi Digital 2021 – untuk Indonesia #MakinCakapDigital diselenggarakan Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemkominfo) bersama Siberkreasi. Webinar wilayah Kabupaten Mappi, Papua, Selasa (5/10/2021) juga menghadirkan pembicara, Nanette Jacobus (Branding Strategist), Sheila Nadia (Owner CEO Artifashion), dan Adelita (KOL).
Gerakan Nasional Literasi Digital 2021 – untuk Indonesia #MakinCakapDigital merupakan rangkaian panjang kegiatan webinar di seluruh penjuru Indonesia. Kegiatan ini menargetkan 10.000.000 orang terliterasi digital pada tahun 2021, hingga tercapai 50 juta orang terliterasi digital pada 2024.
Kegiatan ini merupakan bagian dari program Literasi Digital di 34 Provinsi dan 514 Kabupaten dengan 4 pilar utama. Di antaranya Budaya Bermedia Digital (Digital Culture), Aman Bermedia (Digital Safety), Etis Bermedia Digital (Digital Ethics), dan Cakap Bermedia Digital (Digital Skills) untuk membuat masyarakat Indonesia semakin cakap digital.

Mappi Papua -Bahaya Media Sosial bagi Penggunanya
Saat ini kita berada dalam dunia globalisasi. Elvira Rumkabu, Staf Dosen FISIP menyampaikan bahwa globalisasi ini bukan berarti dunia meluas, tetapi dunia yang semakin menyatu karena mudahnya akses satu sama lain di negara mana pun.
“Kemajuan teknologi dan informasi ini terhubung dengan bermacam hal, seperti persoalan sosial, psikologis yang ada di balik teknologi yang kita lihat sekarang. Oleh karena itu kita perlu diatur dalam beretika untuk berinteraksi dalam dunia yang menyatu ini dengan orang lain,” ungkap Elvira dalam Webinar Literasi Digital di Kabupaten Mappi, Papua, Selasa (5/10/2021).
Adanya transformasi mengenai cara orang berinteraksi secara online nyatanya memiliki konsekuensi besar di dalamnya. Hal ini karena ketika kita berinteraksi di ruang maya, kita perlu berhati-hati terhadap setiap ketikan jari dan kalimat yang dilontarkan dalam layar gadget kita.
Ia mengatakan, kuasa jari kita berperan sangat besar, dalam satu menit saja di internet terdapat 4,7 juta video yang dilihat pada platform Youtube, 190 juta email dikirim, hingga 2,6 juta orang masuk ke Facebook. Dengan demikian, informasi begitu cepat dan terintegrasi satu sama lain. Di masa ini, masyarakat disebut masyarakat jaringan (network society) di mana kekuatannya berada pada informasi yang mudah tersalurkan dalam lintas negara.
“Media sosial juga tentang sosiologi dan psikologi. Orang menggunakan media sosial sebagai aktualisasi diri, hal ini berkaitan dengan kedua aspek tersebut karena kita perlu keseimbangan. Media sosial bisa berdampak positif ketika orang menggunakannya untuk hal positif,” tuturnya.
Sementara itu, dampak buruk media sosial menjadikan orang tidak peduli dengan dirinya sendiri, seperti lupa makan, lupa mengerjakan tugas, orientasi hidup menjadi kurang jelas, hingga berdampak buruk pada psikologis seseorang. Orang juga senang mengisolasi dirinya dibandingkan berinteraksi dengan orang lain. Hal ini bukan ciri yang baik dari penggunaan media sosial.
“Orang yang menghabiskan waktu terlalu lama di media sosial ataupun di platform digital lain memang akan berdampak pada dirinya sendiri dan orang lain. Yang paling penting itu berpikir sebelum memposting sesuatu,” ujar Elvira.
Berpikir kritis penting agar kita tidak mudah termakan hoaks dan dipecah-belah akibat hoaks tersebut. Kita perlu mencari media pembanding saat mendapatkan informasi dari platform digital. Ia mengatakan, jadi kita tidak bersikap impulsif saat memposting suatu informasi. Pastikan, setiap postingan kita itu tidak ilegal dan tidak menyinggung perasaan orang lain. Hanya bagikan sesuatu yang bermanfaat bagi orang lain.
Webinar Gerakan Nasional Literasi Digital 2021 – untuk Indonesia #MakinCakapDigital diselenggarakan Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemkominfo) bersama Siberkreasi. Webinar wilayah Kabupaten Mappi, Papua, Selasa (5/10/2021) juga menghadirkan pembicara, Nanette Jacobus (Branding Strategist), Sheila Nadia (Owner CEO Artifashion), dan Adelita (KOL).
Gerakan Nasional Literasi Digital 2021 – untuk Indonesia #MakinCakapDigital merupakan rangkaian panjang kegiatan webinar di seluruh penjuru Indonesia. Kegiatan ini menargetkan 10.000.000 orang terliterasi digital pada tahun 2021, hingga tercapai 50 juta orang terliterasi digital pada 2024.
Kegiatan ini merupakan bagian dari program Literasi Digital di 34 Provinsi dan 514 Kabupaten dengan 4 pilar utama. Di antaranya Budaya Bermedia Digital (Digital Culture), Aman Bermedia (Digital Safety), Etis Bermedia Digital (Digital Ethics), dan Cakap Bermedia Digital (Digital Skills) untuk membuat masyarakat Indonesia semakin cakap digital.

Check Also

Dinilai Janggal, Warga Lovina Bali Diduga Korban Mafia Tanah, Laporkan Sejumlah Hakim

Warga Lovina, Buleleng, Made Jodi, melaporkan sejumlah Hakim ke Komisi Yudisial. Laporan tersebut diwakili oleh …