Denpasar -Pelecehan seksual tidak mengenal gender. Ia mengancam siapa saja, baik perempuan atau laki-laki. Untuk itulah diperlukan kewaspadaan menyeluruh dari seluruh masyarakat.
“Mungkin saat ini yang sering diberitakan adalah korban perempuan, tapi jangan salah laki-laki juga banyak yang jadi korban,” kata Nannette Jacobus, brand strategist, dalam Webinar Literasi Digital wilayah Kota Denpasar, Bali, Jumat 1 Oktober 2021.
Nannette mencontohkan semisal ada seorang cowok relatif berpenampilan menarik yang mengunggah foto hanya dengan memakai handuk atau tengah berolahraga, kerap banyak pengguna medsos wanita yang berkomentar melebihi batas kesopanan.
“Ada yang berkomentar waduh rahimku bergetar, mau donk jadi handuknya atau lainnya. Sekilas mungkin itu seperti bercanda, tapi hal itu bisa disebut pelecehan seksual terhadap pria tadi,” ujarnya.
Sebab pelecehan seksual juga bisa terjadi dalam komentar yang menghina gambar atau tulisan yang merendahkan wanita atau pria, lelucon cabul atau humor tentang seks pada wanita pada umumnya.
Dikatakan Nannette, karena bercanda itu harus lucu pada kedua pihak baik yang dibercandain atau pun pada sisi lainnya. jika salah satu pihak menganggap itu nggak lucu ya itu bukan bukan bercandaan.
“Sebaiknya kalau teman-teman mau memuji atau lontaran lontaran, komentar-komentar hendaknya masih dalam koridor kesopanan,” jelasnya.
Dijelaskan Nannette juga pelecehan seksual di medsos kadang kala kita tidak tahu bahwa hal itu sudah termasuk pelecehan seksual karena kita menganggapnya hanya bercandaan saja dan korban-korban biasanya wanita.
Menurut Komnas Perempuan, pelecehan seksual adalah sebagai tindakan seksual lewat sentuhan fisik maupun nonfisik dengan sasaran organ seksual atau seksualitas korbannya.
Seiring dengan perkembangan berkembangnya zaman dan teknologi, pelecehan juga merambah ke dunia digital. Sebab apa-apa saat ini sudah digitalisasi dan jaman makin canggih dan pelecehan seksual juga makin canggih hingga merebak ke dunia digital.
“Tapi yang menjadi masalah adalah internet dan media sosial ada terlebih dahulu tapi pelatihan-pelatihan tentang antisipasi pelecehan seksual tak sesegera mungkin dibangun sehingga menjadi terlambat,” bebernya.
Sehingga kebanyakan orang jadi tidak mengerti sex education atau pendidikan seks. Ditambah lagi di Indonesia membicarakan seks masih dianggap sangat tabu. Padahal kalau seandainya pendidikan seks itu diajarkan secara baik maka anak-anak kita jadi tahu mana yang boleh mana yang tidak dan apa yang melanggar apa yang tidak.
Selain Nannette pembicara lain adalah Grace M.Moulina, Head of Marketing Communication Financial Company, I Dewa Gede Putra Astika, S.Kom Guru SMKN 1 Bangli dan Ichsan Colly sebagai Key Opinion Leader.
Webinar Gerakan Nasional Literasi Digital 2021 – untuk Indonesia #MakinCakapDigital diselenggarakan Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemkominfo) bersama Siberkreasi. Kegiatan ini menargetkan 10 juta orang terliterasi digital pada tahun 2021, hingga tercapai 50 juta orang terliterasi digital pada 2024.
Kegiatan ini merupakan bagian dari program Literasi Digital di 34 provinsi dan 514 kabupaten dengan 4 pilar utama. Di antaranya Budaya Bermedia Digital (Digital Culture), Aman Bermedia (Digital Safety), Etis Bermedia Digital (Digital Ethics), dan Cakap Bermedia Digital (Digital Skills) untuk membuat masyarakat Indonesia semakin cakap digital.
Check Also
Dukung Pertanian Rumput Laut—BRI Berikan Bantuan Sarpras, Pelatihan, Hingga KUR Petani
Denpasar – BRI Regional Office Denpasar mendukung sektor pertanian khususnya pertanian rumput laut di Nusa …