Kota Kupang NTT -Ada sejumlah kasus pelecehan seksual yang tidak terungkap karena korban takut melapor. Hampir sebagian besar karena malu diketahui banyak orang, juga berada dalam tekanan karena si pelaku dalam posisi ‘lebih tinggi’ dari si korban.
Menurut Nannette Jacobus, Branding Strategist, Relawan Kemanusiaan dan Content Creator dalam Webinar Literasi Digital wilayah Kota Kupang, Nusa Tenggara Timur, Selasa 28 September 2021, harusnya jika menjadi korban ataupun tahu kejadian pelecehan seksual, memiliki keberanian untuk melaporkan.
“Jangan takut untuk speak up dan mengungkapkan kebenaran. Apabila terjadi pada orang sekitar kita berikan dukungan dan juga bantu mereka melawan masa sulit,” ujar Nannette dalam webinar yang dipandu oleh Yulian Noor ini.
Lebih lanjut Nannette mengatakan ada banyak jenis pelecehan seksual yang biasa terjadi di masyarakat. Pelecehan seksual didefinisikan sebagai tindakan seksual lewat sentuhan fisik maupun nonfisik non fisik dengan sasaran organ seksual atau seksualitas korbannya (Komnas perempuan). “Seiring dengan berkembangnya zaman dan teknologi, rajahan juga merambah ke dunia digital,” imbuhnya lagi.
Jenis pelecehan seksual yang paling umum dan sering terjadi diantaranya pelecehan gender yaitu komentar yang menghina gambar atau tulisan yang merendahkan wanita/harga diri seseorang lelucon cabul atau humor tentang seks atau wanita pada umumnya. Juga perilaku menggoda, mengulangi ajakan seksual yang tidak diinginkan memaksa untuk makan malam, minum, atau kencan, mengirimkan surat dan panggilan telepon yang tak wanti-wanti meski sudah ditolak.
Ada juga penyuapan seksual yaitu permintaan aktivitas seksual atau perilaku terkait seksualnya dan janji imbalan. Pemaksaan seksual yaitu pemaksaan aktivitas seksual atau perilaku terkait seks lainnya dengan ancaman hukuman. Serta yang terparah adalah pelanggaran seksual berat yaitu menyentuh merasakan atau meraih secara paksa atau penyerangan seksual.
Akibat dari pelecehan seksual sangat parah menimpa korban terutama soal psikisnya. Korban akan menjadi trauma dan rendah diri dan hancurnya mental seseorang yang kemudian meninggalkan bekas luka batin yang sulit dihilangkan.
Ditambah lagi korban pelecehan seksual kerap kali mengalami pengucilan, sudah menderita karena dilecehkan , masih ditambah dengan menderita karena tekanan orang sekitar dan masyarakat yang kerap kali memandang rendah dan mengucilkan korban.
Jika sudah mengalami pelecehan seksual ini maka perlu keberanian untuk memberitahukannya kepada orang yang dipercaya dan berani melawan. “Latih diri untuk berani mengungkapkan perasaan keberatan dan juga untuk melaporkan kejadian,” katanya.
Selain itu cari dukungan baik dari orang terdekat maupun pihak berwenang. Tenangkan diri dengan puasa internet agar bisa ambil waktu sejenak untuk berhenti bermain sosial media.
Selain Nannette pembicara lain yang turut berbagi wawasan tentang literasi digital adalah Rizky Rahmawati Pasaribu, SH, LL.M, Advokat dan Managing Partner Law Office Alai & Associates, Romo Fransiscus Amandus Oe Ninu, Pr, S.Fil, Kepala SMP Katolik Santo Yoseph Naikoten Kota Kupang NTT dan Fisca Alycia sebagai Key Opinion Leader.
Gerakan Nasional Literasi Digital 2021 – untuk Indonesia #MakinCakapDigital merupakan rangkaian panjang kegiatan webinar di seluruh penjuru Indonesia. Kegiatan ini menargetkan 10 juta orang terliterasi digital pada tahun 2021, hingga tercapai 50 juta orang terliterasi digital pada 2024.
Kegiatan ini merupakan bagian dari program Literasi Digital di 34 provinsi dan 514 kabupaten dengan 4 pilar utama. Di antaranya Budaya Bermedia Digital (Digital Culture), Aman Bermedia (Digital Safety), Etis Bermedia Digital (Digital Ethics), dan Cakap Bermedia Digital (Digital Skills) untuk membuat masyarakat Indonesia semakin cakap digital.
Check Also
Dinilai Janggal, Warga Lovina Bali Diduga Korban Mafia Tanah, Laporkan Sejumlah Hakim
Warga Lovina, Buleleng, Made Jodi, melaporkan sejumlah Hakim ke Komisi Yudisial. Laporan tersebut diwakili oleh …