Buleleng –Gubernur Bali, Wayan Koster menyerahkan sertifikat hak milik tanah garapan kepada warga Desa Sumberklampok, Kecamatan Gerokgak, Kabupaten Buleleng, Bali pada Rabu (22/9). Sertifikat kepemilikan hak atas tanah garapan ini diperoleh warga secara gratis dan dibiayai penuh dari APBN, sehingga memiliki kepastian masa depan, setelah mengalami perjuangan yang cukup panjang yaitu selama 61 tahun, sejak tahun 1960.
Menurut informasi, warga Desa Sumberklampok telah menempati tanah ini secara turun temurun sejak 1923, pada saat perabasan hutan untuk menjadi kawasan perkebunan oleh Pemerintah Belanda. Namun warga belum memiliki tanda bukti kepemilikan yang sah. Tanah yang ditempati dan digarap seluas 612,93 hektar.
Selama menggarap dan menguasai tanah tersebut, warga belum memiliki bukti hak kepemilikan atas tanah yang ditempati sebagai tempat tinggal dan lahan garapan. Kondisi ini terus berlanjut, karena ketika warga mengajukan permohonan hak milik, belum ada kesepakatan antara Pemerintah Provinsi Bali dengan pihak warga, sehingga warga tidak memiliki kepastian hukum atas tanah yang ditempati dan digarap. Hal ini mengakibatkan nasib warga semakin tidak jelas, mengingat sejak 1993 masa pengelolaan tanah oleh Yayasan Kebaktian Proklamasi telah berakhir.
“Setelah mempelajari dokumen riwayat tanah, dan melakukan pembahasan dengan Badan Pertanahan Nasional Provinsi Bali, saya dapat mempertimbangkan permohonan warga untuk memperoleh hak atas tanah yang ditempati dan digarap melalui kebijakan Reforma Agraria,” ungkap Wayan Koster dalam keterangan tertulisnya.
Ia menambahkan yang menjadi dasar pertimbangan adalah secara faktual warga telah menempati/menggarap tanah secara turun temurun sejak 1923. Selain itu warga telah berjuang untuk memperoleh hak atas tanah yang ditempati/digarap sejak 1960, secara faktual juga telah terbentuk Desa Adat Sumberklampok sejak 1930.
“Selain desa adat, secara faktual juga telah terbentuk Desa Dinas Desa Sumberklampok sejak 1967, kemudian menjadi Desa dinas yang definitif pada tahun 2000,” tambah Koster.
Setelah melalui diskusi yang mendalam, ia menyepakati komposisi pembagian yang diinginkan pihak warga yaitu sebesar 30 persen (154,23 hektar) untuk Pemerintah Provinsi Bali dan sebesar 70 persen (359,87 hektar) untuk pihak warga dari total tanah garapan saja seluas 514,10 hektar.
Warga memperoleh tanah dengan total luas mencapai 458,70 hektar atau sekitar 74,84 persen yang terdiri dari tempat tinggal dengan luas 65,55 hektar, fasilitas umum dan jalan dengan luas 33,28 hektar, dan tanah garapan dengan luas 359,87 hektar.
Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional Provinsi Bali telah dengan sangat cepat menyelesaikan sertifikat tanah pihak warga sesuai rencana, sehingga untuk tahap kedua ini sudah bisa diselesaikan untuk tanah garapan pihak warga sebanyak 813 sertifikat, yang merupakan kelanjutan penyerahan sebanyak 800 sertifikat tanah tempat tinggal yang sudah diserahkan pada tanggal 18 Mei 2001 yang lalu.
HomeLaporan Khusus|Hukum|Kriminal|Politik|Nasional|Ekonomi|Hiburan|Profil|Tekno|Olahraga|Otomotif|Gaya Hidup|Internasional|Kesehatan|Komunitas|FORUM Video|RegionalIndeks
- Ekonomi
Bagikan
Gubernur Bali Serahkan Sertifikat Hak Milik Tanah Garapan Kepada Warga Desa Sumberklampok
Penulis : Anom Putra
Editor : Rahadi Natih
Rabu, 22 September 2021 | 20.55 WIB
Gubernur Bali, Wayan Koster
Buleleng – Gubernur Bali, Wayan Koster menyerahkan sertifikat hak milik tanah garapan kepada warga Desa Sumberklampok, Kecamatan Gerokgak, Kabupaten Buleleng, Bali pada Rabu (22/9). Sertifikat kepemilikan hak atas tanah garapan ini diperoleh warga secara gratis dan dibiayai penuh dari APBN, sehingga memiliki kepastian masa depan, setelah mengalami perjuangan yang cukup panjang yaitu selama 61 tahun, sejak tahun 1960.
Menurut informasi, warga Desa Sumberklampok telah menempati tanah ini secara turun temurun sejak 1923, pada saat perabasan hutan untuk menjadi kawasan perkebunan oleh Pemerintah Belanda. Namun warga belum memiliki tanda bukti kepemilikan yang sah. Tanah yang ditempati dan digarap seluas 612,93 hektar.
Selama menggarap dan menguasai tanah tersebut, warga belum memiliki bukti hak kepemilikan atas tanah yang ditempati sebagai tempat tinggal dan lahan garapan. Kondisi ini terus berlanjut, karena ketika warga mengajukan permohonan hak milik, belum ada kesepakatan antara Pemerintah Provinsi Bali dengan pihak warga, sehingga warga tidak memiliki kepastian hukum atas tanah yang ditempati dan digarap. Hal ini mengakibatkan nasib warga semakin tidak jelas, mengingat sejak 1993 masa pengelolaan tanah oleh Yayasan Kebaktian Proklamasi telah berakhir.
“Setelah mempelajari dokumen riwayat tanah, dan melakukan pembahasan dengan Badan Pertanahan Nasional Provinsi Bali, saya dapat mempertimbangkan permohonan warga untuk memperoleh hak atas tanah yang ditempati dan digarap melalui kebijakan Reforma Agraria,” ungkap Wayan Koster dalam keterangan tertulisnya.
Ia menambahkan yang menjadi dasar pertimbangan adalah secara faktual warga telah menempati/menggarap tanah secara turun temurun sejak 1923. Selain itu warga telah berjuang untuk memperoleh hak atas tanah yang ditempati/digarap sejak 1960, secara faktual juga telah terbentuk Desa Adat Sumberklampok sejak 1930.
“Selain desa adat, secara faktual juga telah terbentuk Desa Dinas Desa Sumberklampok sejak 1967, kemudian menjadi Desa dinas yang definitif pada tahun 2000,” tambah Koster.
Setelah melalui diskusi yang mendalam, ia menyepakati komposisi pembagian yang diinginkan pihak warga yaitu sebesar 30 persen (154,23 hektar) untuk Pemerintah Provinsi Bali dan sebesar 70 persen (359,87 hektar) untuk pihak warga dari total tanah garapan saja seluas 514,10 hektar.
Warga memperoleh tanah dengan total luas mencapai 458,70 hektar atau sekitar 74,84 persen yang terdiri dari tempat tinggal dengan luas 65,55 hektar, fasilitas umum dan jalan dengan luas 33,28 hektar, dan tanah garapan dengan luas 359,87 hektar.
Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional Provinsi Bali telah dengan sangat cepat menyelesaikan sertifikat tanah pihak warga sesuai rencana, sehingga untuk tahap kedua ini sudah bisa diselesaikan untuk tanah garapan pihak warga sebanyak 813 sertifikat, yang merupakan kelanjutan penyerahan sebanyak 800 sertifikat tanah tempat tinggal yang sudah diserahkan pada tanggal 18 Mei 2001 yang lalu.